Minggu, 27 Maret 2016

Sebuah episode..



Sebuah episode ?

Kurasa bukan!


Sekedar tiba2 aku ingat;
Masa lalu yg indah akan mencolek-colek pikiran "andai saja bisa waktu berputar kembali"
Tetapi masa lalu yang buruk seolah menendang untuk tidak menoleh ke belakang
Sebab dia tidak akan pernah berubah menjadi baik atau sekedar bersay hello.. Dia tetap seperti itu
Jika saja mau memilah atau menyaring setiap kisah perjalanan,,
Tidak akan ada trauma.
Sebab setiap jelaga bukan tanpa arti dan makna
Sebab tiap jelaga dapat memacu kita untuk maju
Sebab tiap jelaga ada sepercik cahaya yang dapat menerangi jalan kita..
Lebih2 tiap jelaga adalah tangga menuju yang lebih tinggi
Menjadi pendengar yang baik
Berfikir tanpa emosi
Mengerti dan memahami
Mematangkan diri walau lewat sikap tanpa kata..

Kamis, 21 Agustus 2014

....Time flies when you're having fun...



Nggak kerasa sama sekali, InsyaAllah  udah setaunan fakum dari blog ini..(terharu..hikz)!
Hari ini  bikin karena sakit ati dibilang fakum dah 2 taon. Busyet... Semua bilang musti update nii blog..

Titititit..(bunyi sms dari hp, padahal laguna keren, yang ketangkep malah bunyi titittit..)
diterima : 07.33.14
hari ini (21 Agustus 2014)

08132929xxx (nomer cantik se cucok orangnya) : pelitt..
085765xxxx (nomer sakti, karena sering keluar arisan singapura) : sama.
08132929xxx : lagi liat blog mnsdhiaz kok ga ada nambah2 gitu cuma itu itu aja
085765xxx : (halahh..sambil mikir cari2 alasan..dan ngk nemu) nti malem 
08132929xxx : kalau di tambah sarannya pakai bahasa2 kocak..kesehariannya aja, lebih asik daripada melan dan terlalu puitis, biar ngarangnya ga kelamaan, masa udah 2 taon itu2 ae..

Hhh..
Beberapa orang relationship-nya awet karena have many things in common. Tapi ngga dgn kita.  We are two different person. Very different.
Tapi di luar semua itu, relationship ini menyenangkan :-)

Finally..sekarang aku ingin sedikit menulis tentang Pulau Sambu Kuala Enok.. :D

for someone..tunggu yaa cerita penghantar tidurna..


Jumat, 13 September 2013

..............





Ajari aku berjalan dalam gelap gulitanya malam
Meraba dan tertatih setapak demi setapak
Bimbing aku melihat terang dalam kegelapan
Mencari  ujung yang tak bertepi

Ajari aku mengeja kata demi kata
Memahami arti dan makna yang tersirat dan tersurat
Tuntun aku tuk menjalani hidup dan kehidupan 
Agar aku yang rentan mampu berdiri menapak bumi

Ajari aku bahasa RINDU
Agar senantiasa bergetar HATI-KU
Senantiasa mengingat-MU
Selalu menyebut nama-MU

Ajarilah, Bimbinglah, Tuntunlah aku
Agar  aku senantiasa hidup  dan selalu tersenyum memandang dunia
Ajari aku bahasa CINTA
Agar aku yang buta dan tuli  tidak tersesat dalam kegelapan batin-KU



Selasa, 11 Desember 2012

Percakapan dengan Malam



Menyelinap dalam gelap malam, seorang perempuan muda melangkah ragu ke dalam taman itu. Di tangannya digenggamnya gamang, hatinya, yang baru saja dikoyaknya lepas dari dalam dadanya. Hati yang tercabik-cabik oleh berbagai cerita dan pengalaman. Perlahan dia berlutut, tak jauh dari rumpunan kembang sepatu berwarna merah darah, yang dulu ditanamnya untuk kekasihnya.

Tangannnya meraih sebuah sekop tangan kecil, lalu mulai ia menggali tanah gembur itu, terus dan terus, dalam dan semakin dalam ia menggali. Sesekali helaan nafas dan isaknya meningkahi sepi.

“Hei!” tiba-tiba ada suara menyentakkan keheningan malam.

Perempuan itu kaget, mencari arah suara itu. Ia mendongak. Di sana, di atas cabang pohon mangga yang jarang berbuah itu, Si Malam tampak bertengger. Mulutnya tersenyum lebar, seperti kucing Chesiree yang sudah kekenyangan. Senyum yang tanpa sukacita dan tanpa canda. Matanya bersinar seperti nyala bintang yang dingin.

“Apa yang sedang kau lakukan, cantik?” tanyanya

“Aku hendak mengubur hatiku, “ sahut perempuan itu sedikit terhisak

“Aha!” seru Si Malam dengan riang. “Seorang perempuan pemberani! Seorang yang bijak menyikapi kehidupan! Seorang yang tahu melihat kenyataan! Aku suka kau, cantik!”

Si Malam melompat turun dari cabang pohon itu, lantas menari-nari di sekitar perempuan muda itu. Gerak tubuhnya membuat angin berdesir, perempuan itu pun menggigil.

“Kalau aku boleh bertanya.,” lanjut Si Malam, “mengapa hendak kau kuburkan hatimu?”

“Karena aku letih dibebaninya dengan duka,” jawab perempuan itu tanpa semangat.

“Aku capek merasakannya tercabik-cabik. Aku bosan mengindahkan rintihannya.”

Si Malam bertepuk.

“Begitu! Memang begitulah hati. Terlalu polos dan bodoh ia, terbuka menerima semua perasaan yang berkedok keindahan. Apalagi perasaan bernama Cinta,” mencibir Si Malam.

“Bergegaslah, cantik. Kuburkan hatimu dalam, sedalam-dalamnya, “dorongnya, “biar habis dimakan cacing, busuk tak berbekas. Maka kau akan bebas merdeka.”

“Bebas merdeka?” ragu perempuan muda itu bertanya.

“Ya! Bebas merdeka dari tipuan dan ilusi bernama Cinta, “tegas Si Malam tanpa ragu.

“Ketahuilah, Cinta itu hanya permainan kata para Filsuf, yang tak pernah benar-benar mengalaminya. Hanya buah coretan para penyair, yang bahkan tak tahu kemana harus mencarinya.”

Perempuan muda itu mengerenyitkan keningnya.
“Tapi Cinta itu nyata, bukan ilusi, “katanya. “ Aku pernah mengalaminya.”

Si Malam menyeringai.

“Aku tahu kamu pernah mengalaminya, “katanya dengan sinis. “Justru karena kau pernah mengalaminya maka kau datang malam ini, membawa hatimu yang compang camping untuk kau kuburkan, bukan?”

“Dengarkan aku, cantik, “bujuk Si Malam. “Hatimu pernah dengan berharap mendambakan Cinta, kan? Cinta yang tanpa syarat. Cinta yang akan memberikan padamu kebahagiaan yang sejati. Yang mempunyai kekuatan bahkan atas maut.”

Perempuan itu mengangguk lesu.

Si Malam tergelak.

“Kau temukan? Aha! Kau menggeleng…aku tahu tak kau temukan. Karena memang itu tak ada! Hayo, bergegaslah, kuburkan hatimu dalam-dalam. Ketika kau bebas merdeka dari ilusi dan kebodohan bernama cinta, aku akan menjadi sahabat terdekatmu”

“Dalam heningku akan kau habiskan waktumu. Bersama si pungguk kau akan memandangi bulan. Bulan yang ajaib, yang sinarnya mampu menyelimuti semua warna menjadi keseragaman yang hitam dan putih.”

“Dalam gelapku kau bisa bermain dengan bayang-bayang, yang jujur, karena tak pernah akan menjanjikan sejuta warna pelangi.”

“Dalam dinginku, kau akan menemukan perhentian, istirahat yang damai. Tak akan ada lagu gempita membahanakan Cinta yang lalu merobek-robek damaimu.”

“Bergegaslah, cantik, “ demikian desak Si Malam.

“Hmmm, “gumam perempuan itu, masih ragu.

“Ah…tapi aku pernah merasakan Cinta. Dan aku ingat, ketika itulah aku merasakan hangatnya kebahagiaan. Aku ingat cahaya mentari pagi serasa mencium lembut wajahku, ketika ada Cinta di hatiku. Aku bisa mengerti arti nyanyian burung, dan aku bisa menari bersama angin, ketika ada Cinta di hatiku. Kamu salah! Cinta itu nyata, dan ia membuatku bahagia. Aku mencintai Cinta.”

“Bodoh, si cantik yang bodoh!” geram Si Malam. “Lihat hati yang terkoyak-koyaK digenggamanmu. Cinta yang menyebabkannya, tahu!”

Perempuan itu menekuri hatinya yang berdarah-darah itu.

“Kalau aku kuburkan hatiku, maka tak akan pernah lagi aku merasakan keindahan yang dibawa oleh Cinta.”

“Tipuan! Ilusi!”bentak Si Malam.

“Kalau aku kuburkan hatiku, maka esok tak akan membawa harapan baru yang menggairahkan lagi.”

“Madu palsu para penyair!” teriak Si Malam memecah keheningannya sendiri.

“Kalau aku kuburkan hatiku, maka kesunyian hanya akan menjadi sepi dan bukan keheningan yang damai. Suara-suara akan memekakkan telingaku tanpa membawa irama keceriaan. Matahari akan menggigit kulitku tanpa mengantarkan kehangatan yang menggairahkan.”

“Kalau kukuburkan hatiku, puisi akan bungkam, senandung akan bisu, dan musik akan menjadi riuh tak berirama.

Si Malam melolong.

Perempuan itu bangkit berdiri, didekapnya erat-erat hatinya. Diberikannya kepada Si Malam senyum termanisnya.

“Kalau kukuburkan hatiku, aku bahkan tak akan mampu menikmatimu, duh Malam. Aku akan buta terhadap peraknya cahaya bulan, dan tuli terhadap merdunya kerinduan si pungguk.”

“Racun Cinta telah mematikan nalarmu, Bodoh. Sengatnya melunturkan pengertianmu. Itu semua karena Cinta!” tangis Si Malam pecah.

“Benar, itu semua karena Cinta. Duh Malam, aku merindukan merasakan Cinta lagi, dan segala yang dibawanya. Tidak, tak akan kukuburkan hatiku.”

Lalu ia berlalu, cepat, melintasi gelap malam, mencari sumber cahaya dan kehangatan, meninggalkan Si Malam yang dengan geram mengacungkan tinjunya
.
“Bodoh! Perempuan bodoh! Tapi, aku akan menantikanmu, kamu akan kembali menemuiku, kamu dengar?!”

“Kamu akan kembali terisak-isak di pangkuanku kelak. Kembali menyembunyikan sembab matamu dalam kegelapanku!”

Namun dari kejauhan, sayup terdengar dendang perempuan itu. Ia menanti kembalinya Cinta untuk memulihkan hatinya yang tadi terkoyak itu.

diujung tahun 2012
pada sebuah notes di FB 
for someone..:*

Senin, 29 Oktober 2012

Broken wings




Wahai langit... 
Tanyakan pada-Nya mengapa Dia menciptakan sekeping hati ini... 
Begitu rapuh dan mudah terluka... 
Saat dihadapkan dengan duri2 cinta begitu kuat dan kokoh... 
Saat berselimut cinta dan asa...  
Mengapa Dia menciptakan rasa sayang dan rindu di dalam hati ini... 
Mengisi kekosongan didalamnya menyisakan kegelisahan akan sosok sang kekasih menimbulkan segudang tanya... 
Menghimpun berjuta asa... 
Memberikan semangat juga meninggalkan kepedihan yang tak terkira...

Mengapa Dia menciptakan kegelisahan dalam jiwa...
Menghimpit bayangan... 
Menyesakkan dada... 
Tak berdaya melawan gejolak yg menerpa... 
Wahai ilalang... 
Pernahkah kau merasakan rasa yg menyiksa ini? Mengapa kau hanya diam... 
Katakan padaku... 
Sebuah kata yg bisa meredam gejolak jiwa ini... 
Sesuatu yg dibutuhkan raga ini... 
Sebagai pengobat rasa sakit yg tak terkendali... 
Desiran angin membuat berisik dirimu... 
Seolah ada sesuatu yg kau ucapkan padaku... 
Aku tak tahu apa maksudmu... Hanya menduga... 
Bisikanmu mengatakan ada seseorang dibalik bukit sana...
Menunggumu dengan setia... 
Menghargai apa arti cinta... 
Hati terjatuh dan terluka... 
Merobek malam menoreh seribu duka...

Kukepakkan sayap - sayap patahku... 
Mengikuti hembusan angin yg berlalu... 
Menancapkan rindu... 
Di sudut hati yg beku... 
Dia retak, hancur bagai serpihan cermin... 
Berserakan... 
Sebelum hilang diterpa angin... 
Sambil terduduk lemah ku coba kembali mengais sisa hati... 
Bercampur baur dengan debu... 
Ingin ku rengkuh... 
Kugapai kepingan di sudut hati... 
Hanya bayangan yg kudapat... 
Ia menghilang saat mentari turun dari peraduaannya... 
Tak sanggup kukepakkan kembali sayap ini... 
Ia telah patah... Tertusuk duri yg tajam... 
Hanya bisa meratap... Meringis... Mencoba menggapai sebuah pegangan.....



 "Sayap Sayap Patah" (Kahlil Gibran)