Selasa, 11 Desember 2012

Percakapan dengan Malam



Menyelinap dalam gelap malam, seorang perempuan muda melangkah ragu ke dalam taman itu. Di tangannya digenggamnya gamang, hatinya, yang baru saja dikoyaknya lepas dari dalam dadanya. Hati yang tercabik-cabik oleh berbagai cerita dan pengalaman. Perlahan dia berlutut, tak jauh dari rumpunan kembang sepatu berwarna merah darah, yang dulu ditanamnya untuk kekasihnya.

Tangannnya meraih sebuah sekop tangan kecil, lalu mulai ia menggali tanah gembur itu, terus dan terus, dalam dan semakin dalam ia menggali. Sesekali helaan nafas dan isaknya meningkahi sepi.

“Hei!” tiba-tiba ada suara menyentakkan keheningan malam.

Perempuan itu kaget, mencari arah suara itu. Ia mendongak. Di sana, di atas cabang pohon mangga yang jarang berbuah itu, Si Malam tampak bertengger. Mulutnya tersenyum lebar, seperti kucing Chesiree yang sudah kekenyangan. Senyum yang tanpa sukacita dan tanpa canda. Matanya bersinar seperti nyala bintang yang dingin.

“Apa yang sedang kau lakukan, cantik?” tanyanya

“Aku hendak mengubur hatiku, “ sahut perempuan itu sedikit terhisak

“Aha!” seru Si Malam dengan riang. “Seorang perempuan pemberani! Seorang yang bijak menyikapi kehidupan! Seorang yang tahu melihat kenyataan! Aku suka kau, cantik!”

Si Malam melompat turun dari cabang pohon itu, lantas menari-nari di sekitar perempuan muda itu. Gerak tubuhnya membuat angin berdesir, perempuan itu pun menggigil.

“Kalau aku boleh bertanya.,” lanjut Si Malam, “mengapa hendak kau kuburkan hatimu?”

“Karena aku letih dibebaninya dengan duka,” jawab perempuan itu tanpa semangat.

“Aku capek merasakannya tercabik-cabik. Aku bosan mengindahkan rintihannya.”

Si Malam bertepuk.

“Begitu! Memang begitulah hati. Terlalu polos dan bodoh ia, terbuka menerima semua perasaan yang berkedok keindahan. Apalagi perasaan bernama Cinta,” mencibir Si Malam.

“Bergegaslah, cantik. Kuburkan hatimu dalam, sedalam-dalamnya, “dorongnya, “biar habis dimakan cacing, busuk tak berbekas. Maka kau akan bebas merdeka.”

“Bebas merdeka?” ragu perempuan muda itu bertanya.

“Ya! Bebas merdeka dari tipuan dan ilusi bernama Cinta, “tegas Si Malam tanpa ragu.

“Ketahuilah, Cinta itu hanya permainan kata para Filsuf, yang tak pernah benar-benar mengalaminya. Hanya buah coretan para penyair, yang bahkan tak tahu kemana harus mencarinya.”

Perempuan muda itu mengerenyitkan keningnya.
“Tapi Cinta itu nyata, bukan ilusi, “katanya. “ Aku pernah mengalaminya.”

Si Malam menyeringai.

“Aku tahu kamu pernah mengalaminya, “katanya dengan sinis. “Justru karena kau pernah mengalaminya maka kau datang malam ini, membawa hatimu yang compang camping untuk kau kuburkan, bukan?”

“Dengarkan aku, cantik, “bujuk Si Malam. “Hatimu pernah dengan berharap mendambakan Cinta, kan? Cinta yang tanpa syarat. Cinta yang akan memberikan padamu kebahagiaan yang sejati. Yang mempunyai kekuatan bahkan atas maut.”

Perempuan itu mengangguk lesu.

Si Malam tergelak.

“Kau temukan? Aha! Kau menggeleng…aku tahu tak kau temukan. Karena memang itu tak ada! Hayo, bergegaslah, kuburkan hatimu dalam-dalam. Ketika kau bebas merdeka dari ilusi dan kebodohan bernama cinta, aku akan menjadi sahabat terdekatmu”

“Dalam heningku akan kau habiskan waktumu. Bersama si pungguk kau akan memandangi bulan. Bulan yang ajaib, yang sinarnya mampu menyelimuti semua warna menjadi keseragaman yang hitam dan putih.”

“Dalam gelapku kau bisa bermain dengan bayang-bayang, yang jujur, karena tak pernah akan menjanjikan sejuta warna pelangi.”

“Dalam dinginku, kau akan menemukan perhentian, istirahat yang damai. Tak akan ada lagu gempita membahanakan Cinta yang lalu merobek-robek damaimu.”

“Bergegaslah, cantik, “ demikian desak Si Malam.

“Hmmm, “gumam perempuan itu, masih ragu.

“Ah…tapi aku pernah merasakan Cinta. Dan aku ingat, ketika itulah aku merasakan hangatnya kebahagiaan. Aku ingat cahaya mentari pagi serasa mencium lembut wajahku, ketika ada Cinta di hatiku. Aku bisa mengerti arti nyanyian burung, dan aku bisa menari bersama angin, ketika ada Cinta di hatiku. Kamu salah! Cinta itu nyata, dan ia membuatku bahagia. Aku mencintai Cinta.”

“Bodoh, si cantik yang bodoh!” geram Si Malam. “Lihat hati yang terkoyak-koyaK digenggamanmu. Cinta yang menyebabkannya, tahu!”

Perempuan itu menekuri hatinya yang berdarah-darah itu.

“Kalau aku kuburkan hatiku, maka tak akan pernah lagi aku merasakan keindahan yang dibawa oleh Cinta.”

“Tipuan! Ilusi!”bentak Si Malam.

“Kalau aku kuburkan hatiku, maka esok tak akan membawa harapan baru yang menggairahkan lagi.”

“Madu palsu para penyair!” teriak Si Malam memecah keheningannya sendiri.

“Kalau aku kuburkan hatiku, maka kesunyian hanya akan menjadi sepi dan bukan keheningan yang damai. Suara-suara akan memekakkan telingaku tanpa membawa irama keceriaan. Matahari akan menggigit kulitku tanpa mengantarkan kehangatan yang menggairahkan.”

“Kalau kukuburkan hatiku, puisi akan bungkam, senandung akan bisu, dan musik akan menjadi riuh tak berirama.

Si Malam melolong.

Perempuan itu bangkit berdiri, didekapnya erat-erat hatinya. Diberikannya kepada Si Malam senyum termanisnya.

“Kalau kukuburkan hatiku, aku bahkan tak akan mampu menikmatimu, duh Malam. Aku akan buta terhadap peraknya cahaya bulan, dan tuli terhadap merdunya kerinduan si pungguk.”

“Racun Cinta telah mematikan nalarmu, Bodoh. Sengatnya melunturkan pengertianmu. Itu semua karena Cinta!” tangis Si Malam pecah.

“Benar, itu semua karena Cinta. Duh Malam, aku merindukan merasakan Cinta lagi, dan segala yang dibawanya. Tidak, tak akan kukuburkan hatiku.”

Lalu ia berlalu, cepat, melintasi gelap malam, mencari sumber cahaya dan kehangatan, meninggalkan Si Malam yang dengan geram mengacungkan tinjunya
.
“Bodoh! Perempuan bodoh! Tapi, aku akan menantikanmu, kamu akan kembali menemuiku, kamu dengar?!”

“Kamu akan kembali terisak-isak di pangkuanku kelak. Kembali menyembunyikan sembab matamu dalam kegelapanku!”

Namun dari kejauhan, sayup terdengar dendang perempuan itu. Ia menanti kembalinya Cinta untuk memulihkan hatinya yang tadi terkoyak itu.

diujung tahun 2012
pada sebuah notes di FB 
for someone..:*