Selasa, 22 Mei 2012

Kamu, untukku





Aku belajar membaca hatimu
dengan segala detak kasihmu yang mengaliri setiap nafas hidupku.
Bersayap, menebar kelopak bintang
untuk menjagai dan mewarnai serat hari-hari.
Membiarkan langit melindungi harapan
karena langit tak pernah punya titik
dan udara memberi tenaga untukku tanpa meminta.

Seperti saat matahari memberikan nadinya dan bulan menciptakan doa
begitulah kamu menyerahkan hidupmu
untuk menjadikan aku seorang yang berhati,
bisa mengerti tentang kasih dan cinta.

Dengan sederhana, kamu mengajarkan padaku
bagaimana menghargai setiap yang baik sampai ke keindahan yang patah.
Disemua warna, kamu tak mengijinkan aku diam seutuhnya.
Sesulit apa melihat warna pada air, di doanya akupun dapat merasakan.
Dibuatnya buku dan pengetahuan buatku.
Serta dianyamnya kebaikan yang seimbang dengan keajaiban.
Diraciknya semua bahan dan bumbu kehidupan
sehingga aku dapat menikmati apa pun rasanya dan bagaimana hikmahnya.
Antara siang dan malam tak ada batas menjalin tangannya.
Ada ketika minta, ada ketika tak meminta.

Jika terkadang petir menjadikan hujan, itu adalah poses,
begitu selalu katanya.
Mengapa tak saja bijaksana menikmatinya.
Tanpa amarah tanpa merah.
Karena apa yang telah terjadi kemarin
bisa beribu makna untuk masa nanti.
Tahu, jika hari dalam hitungan yang sempurna.
Termasuk dalam pembelajaran tentang hidup,
tentang akar yang mengalirkan napas pada batang, daun dan bunga.

Ketika matahari telah berganti entah untuk ke berapa,
tiba-tiba sinarnya tergeletak ke tanah.
Sekuat tenaga,
aku berusaha mencari kupu-kupu putih bersayap lebar untuk menopangmu.
Tak mampu.
Bukannya membentang taman untuk menyandarkanmu,
tapi seringkali aku yang membakar daun
hanya karena aku merasa lelah membawamu pada kesembuhan.

Bergumam tanpa suara, kamu menyembunyikan kesahmu,
mengubur ekspresi dalam pusaran mimpi yang panjang.
Walau begitu pedihnya kesakitan itu mengaliri raga dalam hirupan.
Belum lagi sempat kubawa istana biru untukmu,
tak ada lagi udara dalam sosokmu.
Aku kehilanganmu.
Meski katamu, kita tak berpisah, hanya tak mungkin lagi bertemu di sini lagi.

Aku belajar membaca hatimu sampai detaknya telah terhenti.
Begitulah caraku mencintaimu.
Karena telah kuberikan segala cintaku dalam genggamanmu.
Dan setengah napasmu ada dalam tubuhku.
Terima kasih untuk kasihmu yang abadi, tak akan pernah henti.

RIP -- In memoriam --
--TDW-- 

1 komentar:

  1. ia mngenali kekasihnya sebagaimana sang kekasih mengenalinya :)

    BalasHapus